A. Asal Usul
Kebudayaan merupakan hasil interaksi antara manusia dengan Tuhannya, antara manusia dengan sesamanya, dan antara manusia dengan alam dimana mereka hidup. Oleh karena pola-pola interaksi yang terjadi berbeda, maka kebudayaan yang dihasilkan berbeda-beda dan mempunyai keunikan masing-masing. Salah satu kebudayaan yang cukup unik tersebut adalah Musik Bambu Hitada. Musik tradisional ini merupakan salah satu kesenian tradisional Masyarakat Halmahera, Maluku Utara.
Menurut Tengku Ryo, musik tradisional lahir dari proses panjang interaksi manusia dengan alam. Oleh karena alam yang menjadi sumper inspirasi berbeda-beda, maka musik yang dihasilkannya pun berbeda-beda, tidak hanya pada bunyi-bunyiannya, tetapi juga pada alat musik yang digunakannya. Lebih lanjut, Tengku Ryo mengatakan bahwa musik tradisional tidak hanya untuk hiburan, tetapi juga digunakan oleh masyarakat yang memegang teguh tradisi untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Mereka berkomunikasi dengan Tuhan melalui musik dan nyanyian.
Pendapat Tengku Ryo diatas dapat kita gunakan untuk membaca sejarah munculnya kesenian tradisional, seperti halnya Muaik Bambu Hitada yang kali ini kita jadikan sebagai topik pembahasan. Bambu bagi masyarakat Halmahera, tidak hanya berfungsi untuk menjadi bahan baku pembuatan rumah, pagar, tiang, dipan, rakit sungai, dan permainan bambu gila, tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk sebagai alat musik. Kesenian dengan bambu sebagai peralatan utamanya oleh masyarakat Halmahera disebut dengan Musik Bambu Hitada atau Hitadi.
Bagi masyarakat Halmahera, Musik Bambu Hitada yang merupakan hasil dari kreativitas tidak saja berfungsi hanya untuk hiburan masyarakat, tetapi juga untuk kelengkapan upacara, seperti upacara perkawinan dan syukuran hasil panen pertanian. Seiring perkembangan zaman, dan semakin gencarnya musik-musik modern memasuki relung-relung kehidupan masyarakat desa, musik tradisional seperti halnya Musik Bambu Hitada, semakin tersisihkan. Selain itu, fungsi musik tradisional ini juga mengalami reduksi. Dari musik sakral-profan, mnejadi sengaja untuk musik profan yang diproduksi hanya untuk kepentingan upacara. Jika pada awalnya Musik Bambu Hitada hanya ada di ranah sakral-profan, kini mengalami reduksi fungsi sehingga hanya terdapat di ranah profan.
Kondisi ini harus disikapi dengan arif dan bijaksana oleh segenap stage holder agar musik tradisional seperti Musik Bambu Hitada, tidak musnah tergilas oleh musik-musik modern yang lebih canggih dan kehilangan fungsi tradisi-tradisionalnya. Menurut salah seorang ahli, ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan Musik Bambu Hitada.
Pertama, perlu ditanamkan rasa memiliki masyarakat, khususnya anak-anak, terhadap Musik Bambu Hitada. Sejak dini anak-anak harus terbiasa untuk diajarkan tidak hanya tentang bagaimana cara membuat dan memainkan Musik Bambu Hitada, tetapi juga diajarkan bagaimana kandungannya.
Kedua, dengan melakukan pengembangan Musik Hitada sehingga dapat diterima oleh masyarakat namun tetap mengandung nilai-nilai lokal. Munculmya kelompok-kelompok Musik Bambu Hitada merupakan fenomena positif terhadap perkembangan musik ini. Namun pengembangan harus dilakukan dengan hati-hati, agar Musik Bambu Hitada tidak kehilangan ruhnya.
Ketiga, mengembangkan dan mengemas Musik-musik Hitada menjadi paket-paket wisata. Dengan cara ini, Musik Bambu Hitada menjadi penopang kebutuhan ekonomi bagi para pelestarinya. Agar mampu menjadi paket-paket wisata yang menarik, maka pemerintah harus mampu untuk memfasilitasi masyarakat untuk mengasah kemampuan memainkan alat Musik Hitada, serta kemampuan manajerial pengelolaan kelompok musik.
B. Peralatan
Untuk memainkan musik Hitada, alat musik yang diperlukan antara lain:
a. Ruas bambu. Sebagaimana namanya, maka peralatan utama Musik Hitada adalah batangam bambu. Batangan bambu yang digunakan biasanya hanya terdiri atas dua ruas dan panjangnya tidak lebih dari 1,75 m. Biasanya batangan bambu ini sudah dilubangi sehingga dapat menghsilkan nada tone. Agar dapat menghasilkan nada tone yang berbeda-beda, maka ukuran bambu baik panjangnya maupun besarnya juga berbeda-beda. Agar permukaan bambu dapat menarik dan indah, dapat dicat dengan warna-warni.
a. Ruas bambu. Sebagaimana namanya, maka peralatan utama Musik Hitada adalah batangam bambu. Batangan bambu yang digunakan biasanya hanya terdiri atas dua ruas dan panjangnya tidak lebih dari 1,75 m. Biasanya batangan bambu ini sudah dilubangi sehingga dapat menghsilkan nada tone. Agar dapat menghasilkan nada tone yang berbeda-beda, maka ukuran bambu baik panjangnya maupun besarnya juga berbeda-beda. Agar permukaan bambu dapat menarik dan indah, dapat dicat dengan warna-warni.
b. Cikir. Alat musik ini terbuat dari tempurung atau batok kelapa yang masih utuh. Di dalam batok kelapa tersebut biasanya diisi dengan kerikil bulat atau biji kacang hijau kering. Alat musik ini biasanya juga dicat dengan warna-warni.
c. Beberapa buah cuk. Alat ini berupa beberapa buah gitar kecil yang dibuat sendiri dan dicat warna-warni.
d. Satu atau dua buah biola tradisional. Seperti halnya Bambu Hitada, Cikir, dan Juk, biola tradisional ini juga dicat warna-warni.
e. Karung goni. Alat ini dibutuhkan jika Musik Bambu Hitada dimainkan di atas ubin. Dengan kata lain, karung goni dipakai untuk ubin dan batang bambu tidak mudah rusak ketika dibenturkan.
C. Pemain
Satu grup kelompok Musik Bambu Hitada biasanya beranggotakan lima sampai dengan tiga belas orang. Semakin banyak orang, semakin semarak pula suara yang dihasilkan. Biasanya, personel musik ini seluruhnya adalah laki-laki. Jika pun ada perempuan, biasanya dijadikan vokalis, bukan pemain alat musik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar